Grand Keilmuan Ikatan; (Upaya Memahami Nilai Ikatan dalam Merespon Realitas Global Kemanusiaan)

Gambar

“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (QS. Al Hajj 54)

 

  1. Ontologi Ikatan

 

Ontologi merupakan suatu kajian tentang masalah keberadaan (eksistensi), yang membahas permasalahan; apakah ada itu, mengapa dikatakan ada, ada dengan sendirinya, ada secara kebetulan atau ada dikarenakan bentukan/kreasi. Keberadaan ini menjadi penting dalam melihat sesuatu,  dikarenakan dengan keberadaan diri ini merupakan suatu pijakan awal dalam menentukan sikap dan selanjutnya dalam mengaktualisasikannya sebagai bukti keberadaanya. Ada dengan sendirinya berbeda dengan ada secara kebetulan. Hal tersebut dikarenakan, keberadaan merupakan suatu bentuk keniscayaan dari setiap manusia yang ada di muka bumi.

 

Ontology merupakan suatu cabang filasafat yang awal dalam mengetahui atau mengkaji eksistensi sesuatu. Manusia sebagai insane yang berkesadaran yang mencoba menggali ontology dirinya maka dapat mengenal hakekat dirinya serta tujuan dalam kehidupannya sehingga dapat bermakna bagai diri sendiri dan orang lain. Setiap yang ada dan dikatakan ada dapatlah menunjukan eksistensinya agar dikatakan ada, tetapi jika yang ada tidak dapat menunjukan eksistensinya maka ia dapat dikatakan tak ada walapun ada. Oleh karena itu selaras dengan perkataan bijak dari Rumi “bahwa yang mengetahui dirinya maka dapat mengenal Tuhannya”. Perkataan bijak ini merupakan suatu renungan panjang dimana ketika mengenal diri secara langsung melakukan perenungan yang dalam untuk mengetahui eksistensi diri. Pengetahuan eksistensi diri ini, menjadikan keberadaan yang jelas dan apa serta bagaimana berbuat untuk realitas.

 

Kerangka ontology ini dapat dilihat dalam Ikatan, dengan pertanyaan yang dasar apakah Ikatan ada dengan sendirinya atau merupakan suatu kreasi manusia dalam menyikapi realitas pada waktu itu. Ikatan sekarang merupakan suatu bentuk keniscayaan dalam sejarah tetapi eksistensinya sekarang memiliki ketiadaan makna dalam sejarah. Pengkajian masalah ontology dalam Ikatan ini memberikan makna bahwa Ikatan dapat memberikan sumbangsih dalam membangun peradaban serta kemandirian suatu bangsa. Sejarahnya keberadaan Ikatan ada dikarenakan bentuk  kreasi, dan inovasi Muhammadiyah. Hal tersebut dikarenakan, Muhammadiyah perlu melakukan kaderisasi dilingkungan kampus pada umumnya dan PTM pada khususnya. Kaderisasi yang dilakukan oleh Muhammadiyah bukannya dalam tingkatan pemuda yang tergabung dengan Pemuda Muhammadiyah (PM) atau pemudi yang tergabung pada Nasyatul ‘Asiyah (NA), serta kalangan pelajar yang tergabung dengan Pelajar  Muhammadiyah (IPM) tetapi kalangan Mahasiswa yang belum ada dan realitas pada waktu itu sangat mendesak perlu adanya ruang mahasiswa. 

 

Menurut sejarahya berdirinya Ikatan tersebut juga untuk menampung atau rumah kader Muhammadiyah di kalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa Muhammadiyah dan mahasiswa Islam pada umumnya. Kelahiran Ikatan merupakan suatu kebutuhan kaderisasi Muhammadiyah guna menuruskan cita-cita serta perjuangannya guna mewujudkan masyarakat yang diidealkannya. Oleh karena itu, kelahiran Ikatan juga berbenturan dengan Himpunan Mahasiswa Islam yang merupakan satu-satunya pergerakan Islam di lingkup mahasiswa pada waktu itu. Begitupula sikap HMI yang merasa paling syah sebagai rumah yang paling pas dan sesuai dalam melakukan kaderisasi organisasi Islam dalam ranah mahasiswa. Melihat persoalan tersebut, terkadang kader  Ikatan melihat kelahirnya sebagai respon terhadap HMI. Hal tersebut, dikarenakan kader Muhammadiyah yang di HMI tidak sesuai dengan sifat perjuangan Muhammadiyah. Keberadaan Ikatan sudah diketahui yakni Ikatan merupakan suatu bentuk kreasi dalam merespon dan pro aktif terhadap realitas. Tetapi ada yang penting selain itu dalam Ikatan, secara ontologinya merupakan Ikatan sebagai organisasi pergerakan dan organisasi kader.[1]

 

 

 

Ikatan sebagai Organisasi Pergerakan

 

Organisasi pergerakan merupakan suara yang idealis dari kaum terpelajar/akademisi dalam mengkritisi kebijakan penguasa yang tak sesuai dengan kepentingan rakyat kecil. Organisasi ini merupakan kolektif orang memiliki kesadaran yang sama dalam menyikapi realitas di sekitarnya. Kesadaran ini timbul dikarenakan lingkungan serta budaya ilmu tumbuh sehingga pemikiran melahirkan terbuka dan ilmiah. Ruang yang sering ditawarkan oleh organisasi pergerakan adalah seruan moral dan aspirasi rakyat kecil (termarginalkan). Organisasi pergerakan akan mudah dan selalu bersentuhan dengan kepentingan khususnya kenegaraan. Hal tersebut dapat dilihat pergerakan Mahasiswa 66 dan pergerakan Mahasiswa 98 untuk menjatuhkan rezim kekuasaan yang melakukan penindasan dan bersifat ototerianism.

 

Organisasi pergerakan selalu menyerukan moral sebagai medium untuk melakukan pressure pada kelembagaan Negara. Organisasi pergerakan dengan memiliki masa berupa mahasiswa yang memiliki kesadaran untuk menciptakan kondisi yang lebih baik. Organisasi pergerakan yang disuarakan adalah kepentingan rakyat demi tercipnya keadilan dan kesejahtraan masyarakat.

 

Ikatan merupakan salah satu dari organisasi pergerakan Mahasiswa, hal ini dapat dilihat dari masa yang dimiliki merupakan Mahasiswa. Melihat dari, masa yang dimiliki oleh Ikatan, maka dalam gerakannya sesuai dengan organisasi pergerakan. Ikatan sebagai salah satu dari pergerakan yang memberikan arti dan arahan yang jelas dalam menentukan proses kepemimpinan yang akan datang. Organisasi pergerakan khususnya Ikatan memberikan peran yang lebih, dikarenakan potensi yang ada dalam Ikatan di antaranya Ikatan sebagai ortomnya Muhammadiyah dan kemampuan yang berbeda dengan pergerakan yang lain.

 

Melihat potensi yang ada dalam Ikatan selayaknya kader Ikatan sebagai kader Muhammadiyah dapat memberikan konstribusi yang jelas dalam proses kepemimpinan nasional yang akan datang. Kemampuan yang berbeda dengan pergerakan yang lain adalah cara dan khas yang dimiliki oleh kader Ikatan dalam mengamati permasalahan dan bagaimana cara memecahkannya. Ikatan sebagai organisasi pergerakan bukan hanya sekedar pengontrol kebijakan pemerintah tetapi yang lebih baiknya dapat melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat. Kemampuan ini merupakan suatu hal yang wajib dimana dengan jargonnya sebagai pembela rakyat, pembela rakyat ini dapat ditafsirkan paling tidak kader Ikatan dapat melakukan pemberdayaan dan pendampingan terhadap masyarakat. 

 

Penerjemahan Ikatan sebagai pembela rakyat yang dilakukan oleh Ikatan menyuarakan kepentingan rakyat dalam tiga tingkatan yakni elit kekuasaan, kelas menengah dan masyarakat itu sendiri. Elit kekuasaan merupakan aspek yang utama dalam menentukan kebijakan. Kebijakan  yang dukeluarkan oleh elit kekuasaan yang paling sensitive terhadap masyarakat khususnya kaum yang tak mampu. Ikatan disini memiliki peran signifikan dalam menyuarakan suara rakyat, misalkan yang dilakukan oleh Ikatan sebagai pressure kebijakan, melakukan lobi, negosiasi, sebagai mediasi antara pemerintah dan masyarakat serta menjadi sharing patner antara pemerintah dan masyarakat.

 

Peran yang dilakukan oleh Ikatan dalam kelas menengah adalah sebagai sharing patner yang berkaitan dengan tujuan dan mimpi yang dicitakan oleh Ikatan. Selanjutnya yang dilakukan oleh Ikatan dalam melakukan pembelaaan terhadap rakyat dalam kelas ketiga adalah melakukan pemberdayaan dan pendampingan sehingga rakyat tersadarkan, bangkit melakukan perlawanan dan sehingga terciptanya keadilan. Keadilan tersebut merupakan suatu ciri dari masyarakat yang dicita-citakan oleh Ikatan.

 

Ikatan sebagai Organisasi Kader

 

Ikatan secara ontologinya merupakan suatu organisasi kader dan pergerakan  merupakan suatu kreasi dari para faunding fathers dalam menyikapi realitas pada waktu itu. Ikatan sebagai organisasi kader merupakan esensi dari IMM yang cerminan dari Muhammadiyah dan penerus Muhammadiyah dalam melakukan dakwah social amar ma’ruf nahi munkar guna terciptanya masyarakat ideal Muhammadiyah. Ikatan dalam tujuan terbentuknya merupakan suatu organisasi kader Muhammadiyah dan merupakan kepanjang tanganan Muhammadiyah dalam dunia akademisi khususnya kampus yang berlatar belakang dalam dunia ilmiah. Hal tersebut juga tertuang dalam kitab suci Ikatan AD/ART tujuan Ikatan adalah “terciptanya akademisi Islam yang berakhlak mulia demi tercapainya tujuan Muhammadiyah”. Ikatan dari tujuannya merupakan suatu ortom Muhammadiyah dalam lingkungan akademisi yakni kampus, dan akademisi yang diinginkan oleh Muhammadiyah adalah yang memiliki akhlak mulia dan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap Ikatan.  Melihat tujuan ini sebenarnya yang diinginkan Muhammadiyah pada Ikatan adalah sebagai wahana intelektual, intelektual yang ber akhlaknya mulia, merupakan konsekuensi yang dari intelektual dalam versi Muhammadiyah yang ditanamkan oleh pada Ikatan dalam pilihan gerakannya.

 

Gerakan yang dilakukan oleh Ikatan dalam eksistensinya merupakan suatu gerakan intelektualitas/keilmuan. Hal ini dikarenakan akhlaknya merupakan aksiologi dari intelektual yang dimilikinya. Gerakan intelektual yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam dan Muhammadiyah sekaligus Ikatan sebagai kader Muhammadiyah. Ikatan sebagai ortom Muhammadiyah yang diharapkan oleh pendiri Ikatan sebagai wahana pertukaran fikiran dalam menentukan Muhammadiyah kedepannya. Ikatan sebagai organisasi kader yang diberitugas sebagai penerus tradisi KH. Ahmad Dahlan dan tajdid dalam Muhammaduyah. Oleh karena itu, yang terpenting perkaderan Ikatan yakni untuk kemanusiaan, bangsa, ummat dan persyarikatan. Hal  tersebut, memang terkadang menjadikan Ikatan kecil, tetapi dengan kekecilan ini menjadikan Ikatan memberikan sumbangsih terhadap persolan peradaban. Ikatan harus bersikap keluar dan mencari wahana baru dalam menghadapi kepemimpinan kedepannya. Disini, Ikatan dalam penekannya merupakan kader kemanusiaan dan bangsa, sikap tersebut dikarenakan Ikatan berfikir objektif tentang permasalahan bangsa saat ini yang mengalami krisis berkepanjangan dan lingkungan yang rusak.

 

Gerakan Ikatan sebagai kader bangsa merupakan bentuk objektifikasi diri Ikatan dalam memberikan sumbangsih terhadap persoalan kemunusiaan dan kenegaraan. Jadi apapun yang dilakukan oleh Ikatan adalah sesuai dengan semangat dan cita-cita Muhammadiyah yang termanifestasi dalam diri Ikatan untuk kemanusiaan dan kebangsaan. Ikatan sebagai organisasi kader memiliki gerakan yang bersifat sesuai dengan Muhammadiyah dalam berfikir dan bertindak yang selalu praksis social untuk kemanusiaan.

 

Ikatan dalam melihat realitas pada waktu itu yang melahirkan paradigma gerakan sebagai respon terhadap realitas. Keberadaan Ikatan merupakan suatu keniscayaan dalam sejarah, maka dalam eksistensinya, Ikatan merupakan suatu kumpulan kolektif yang sadar dengan sejarahnya. Kesadaran sejarah ini, Ikatan bukan ditentukan oleh sejarah, tetapi dengan eksistensinya, Ikatan yang akan menentukan sejarah kedepannya untuk Ikatan dan bangsa ini. Jadi kesadaran sejarah dalam Ikatan menjadi ruh untuk selalu aktif, kreatif, dalam proses humanisasi, liberasi dan trasendensi dalam mencapai, apa yang telah dicita-citakan oleh Muhammadiyah.  

 

  1. Epistemologi Ikatan

 

Epistemologi merupakan suatu kajian yang membicarakan tentang sumber-sumber pengetahuan, bagaimana pengetahuan diperoleh, bagaimana cara mengetahui pengetahuan, apa saja yang berada dalam pengetahuan, serta mengapa mengetahui pengetahuan. Epistemology disamping pendalaman terhadap sumber-sumber pengetahuan, tetapi yang lain untuk Ikatan merupakan sumber alat baca sehingga melahirkan paradigma, metodologi, serta metode, taktik, cara dan modus operandi. Epistemologi ini akan mengarahkan kemana dan jalan yang akan dilakukan sehingga yang diinginkan dapat tercapai secara terencana dan teratur. Sumbangsih epistemology dalam Ikatan minimal bagi kader Ikatan dapat berfikir secara sistematis dan mudah untuk menganalisis secara rasional serta ilmiah.

 

Ikatan sebagai gerakan mahasiswa yang berdasarkan Islam dan dalam naungan Muhammadiyah yang gerakannya mengikuti ititiba’ nabi. Maka yang dilakukan oleh Ikatan dalam memandang realitas social dengan pengaplikasian wahyu agar dapat memberaikan konstribusi dalam peradaban. Epistemology Ikatan sebagai gerakan Islam berdasarkan wahyu. Epistemology wahyu bagi Ikatan adalah pengaktualisasian Al Qur’an yang bersifat umum (grand theory) agar dapat menjadi sebuah teori yang bersifat ilmiah. Sebagaimana dikatakan oleh Kuntowijoyo sikap kita adalah melakukan objektifikasi terhadap Al Qur’an agar dapat diterima oleh umum sebagaimana tradisi kesehatan apukuntur yang berasal dari agama Budha. Objektifikasi nilai-nilai Islam ini yang menjadikan gerakan Ikatan berbeda dengan pergerakan yang lain serta dapat mewujudkan tujuan Ikatan.   

 

Epistemologi Ikatan merupakan ruh yang menggerakan kader Ikatan dalam berinteraksi dengan realitas. Ruh gerakan Ikatan yakni sesuai dengan apa yang diinginkan oleh semua kader dan cita-cita social kolektif Ikatan. Ruh gerakan Ikatan juga dijadikan krangka berfikir kader, serta pengampikasiannya dalam gerakan social. Apa saja yang dapat menjadi ruh gerakan Ikatan dalam melakukan gerakan social Ikatan demi terciptanya cita-cita kolektif Ikatan. Ruh gerakan Ikatan paling tidak terbagi menjadi tiga macam yang berada dalam intern Ikatan; tujuan Ikatan, semboyan Ikatan dan trilogy Ikatan.      

 

Tujuan Ikatan

 

Melihat dari ontologinya Ikatan terbentuk dikarenakan kreasi dan inovasi, maka memiliki tujuan dan apa yang dicapai atau yang diimpikan oleh Ikatan. Tujuan Ikatan ini merupakan semangat, ruh, gerak juang guna meraih mimpi-mimpi yang diidealkan. Hal tersebut, dikarenakan tujuan merupakan ending atau akhir  dari nilai perjuangan, oleh karena itu, tujuan Ikatan tersebut bersifat idealis dan abstrak. Nilai yang diidiealkan oleh Ikatan ini tertanam pada diri semua kader Ikatan yang tertuang dalam dasar organisasi yakni AD dan ART.

 

Tujuan Ikatan terbentuk adalah terciptanya akademisi Islam yang berakhlak mulia untuk mencapai tujuan Muhammadiyah. Tujuan Ikatan terbentuk merupakan impian yang diinginkan dalam menjalankan sebuah organisasi yakni dengan tujuan final sesuai dengan tujuan Muhammadiyah. Hal ini, dikarenakan Ikatan merupakan ortom serta perkaderan Muhammadiyah dilakalangan akademisi/dunia kampus. Ikatan memiliki tujuan berdirinya yakni berdasarkan tiga aitem; akademisi Islam, akhlak mulia dan mencapai tujuan Muhammadiyah.

 

Kata Islam merupakan latar berdirinya Ikatan, hal ini dikarenakan Ikatan merupakan ortom dari Muhammadiyah, dimana Muhammadiyah merupakan organisasi social keagamaan. Sedangkan untuk akademisi merupakan pilihan yang dilakukan oleh Muhammadiyah dalam mencari subjek dakwahnya. Dunia kampus selaras dengan kalangan akademisi, dimana pola fakir ilmiah dan rasional. Pengembangan dakwah Muhammadiyah di kampus merupakan suatu cara Muhammadiyah dalam dataran kemahasiswaan. Yang diharapkan oleh Muhammadiyah sebagai gerakan social keagamaan terhadap Ikatan sebagai contoh atau grand dari masyarakat yang rasional ilmiah bagi Muhammadiyah (masyarakat Ilmu Muhammadiyah). Hal ini, dikarenakan Ikatan merupakan yang berlatar belakang mahasiswa mendekati pola fikirnya dengan masyarakat ilmu yakni terbuka, rasional dan ilmiah, dengan filosophynya “Ilmu amaliyah dan amal Ilmiah.”

 

Makna dan cita-cita yang diinginkan oleh Muhammadiyah pada Ikatan adalah melahirkan suatu cendekiawan muslim yang berakhlak mulia dan mengupayakan terbentuknya masyarakat utama dalam perfektif Muhammadiyah. Melihat dari tujuan Ikatan tersebut gerakan yang dilakukan oleh Ikatan pun sudah terbaca yakni Ikatan sebagai gerakan intelektual muslim dalam mencapai masyarakat  yang berkeadilan dan sejahtera dalam naungan Allah SWT. 

 

Semboyan Ikatan

 

Manusia dalam berkomunikasi menggunakan bahasa yang tertulis ataupun bahasa tubuh yang dikenal dengan bodhy language. Bahasa tubuh merupakan bahasa yang awal dalam menjalinkan komunikasi yang satu dengan yang lain. Bahasa tercipta dari symbol-simbol yang diungkapkan oleh manusia dalam melihat dan memahami realitas yang ada dilingkungan sekitar. Bahasa selain buat komunikasi juga merupakan symbol social sebagai bentuk nilai yang dipegang teguh oleh seniman. Manusia sebagai makhluk simbolik yang tertuang dalam komunikasi merupakan suatu bentuk respon terhadap yang ada di realitas.

 

Simbol merupakan suatu yang penting bagi manusia dikarenakan manusia merupakan homo simbolicum (mahluk simbolik). Mahluk simbolik ini dalam komunikasi dan yang dilakukan erat dengan menggunakan symbol dalam melakukan penukaran pengetahuan. Penggunaan symbol yang baik dalam berkomunikasi dapat menjadi komunikator yang baik dalam semua lini. Dunia simbol memasuki organisasi menjadi sangat penting dalam mengikat kader dan pencitraan organisasi dengan organisasi yang lain. Symbol juga memiliki kekuatan dalam menggerakan dan mengarahkan suatu organisasi demi tujuan yang diinginkan. Penggunaan symbol dalam sebuah organisasi memiliki makna yang filosofis dan mendalam yang menyangkut jantung organisasi.

 

Selayaknya Ikatan dalam realitasnya memiliki symbol, juga memiliki ruh dalam menggerakan Ikatan. Symbol dalam Ikatan yakni yang  menjadi ciri khas Ikatan seperti warna merah dan semboyan Ikatan. Penggunaan warna merah dan semboyan tersebut dalam sejarahnya memiliki makna yang dalam makna folosofis yang tinggi untuk kader yang baru mengenal Ikatan. Warna merah dalam sejarahnya dikemukakan oleh sejarahwan dari UNPAD Bandung yang merupakan salah satu pendiri Ikatan yakni Ahmad Masyur Surya Negara. Penggunaan warna merah didasari oleh dua alasan yang mendasar yakni warna yang Islami dan rahim yang berwarna merah.

 

Menurut sejarahnya bahwa warna yang disukai oleh nabi Muhammad Saw adalah dua warna yakni warna merah dan putih. Warna merah memiliki arti terdekatnya dengan sifat Allah yang rahman dan rahim. Warna merah juga diidentikan dengan sifat yang pemberani, pantang menyerah dan sungguh-sungguh. Sedangkan untuk warna putih adalah melambangkan kesucian, dan sering digunakan dalam ritual seperti  dalam ibadah haji serta pakaian dalam sholat khususnya sholat jum’at. Penerjemahan warna ini, selayaknya menjadikan cerminan karakter kader dalam kehidupan dan merespon realitas yang ada.

 

Selanjutnya selain warna, Ikatan juga memiliki symbol yang tertanam dalam diri kader sebagai semboyan yakni Anggun dalam Moral dan Unggul dalam Intelektual. Semboyan Ikatan yang dikenalkan oleh kader merupakan suatu hal yang biasa dan memiliki arti yang dalam. Sejarah semboyan Ikatan lahir itu terinspirasi dari semboyan sekolah Muhammadiyah dan kemudian diterapkan oleh Ikatan karena serat makna.

 

Motto Ikatan secara sekilas tidak memiliki permasalahan tetapi jika dilihat dari setruktur dan kerangka berfikirnya akan terlihat rancu, serta saling tumpang tindih. Hal ini, dapat diketahui jika dianalisis secara semantic dan makna yang terkandung dalam kalimat tersebut. Motto Ikatan adalah Anggun dalam Moral dan Unggul dalam Intelektual. Kata anggun dalam moral secara filosofisnya termasuk dalam aksiologi sedangkan kata intelektualnya merupakan dalam dataran epestemologi. Sedangkan letak kerancuan tersebut dapat dilihat dari pertanyaan bagaimana mau mengamplikasikan aksiologi (moral) sedangkan belum mengetahuinya atau apakah itu baik dan benar, sedangkan kajian cara mengetahui tersebut masuk dalam filsafat cabang disebut epistemologi.

 

Semboyan Ikatan tersebut memiliki kerancuan system berfikir oleh karena itu perlu diadakan rekontruksi terhadapnya. Rekontruksi semboyan Ikatan tersebut menjadikan cara berfikir yang sistematis dan runtut sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara rasional dan ilmiah. Anggun dalam Moral dan Unggul dalam Intelektual dirubah dengan cara dibalik yakni Unggul dalam Intelektual, Anggun dalam Moral dan Radikal dalam Gerakan. Penambahan kata radikal dalam gerakan merupakan tindakan praksis yang dilakukan oleh Ikatan sebagai pengapilakasian dari pengetahuan yang diperolehnya. Kata radikal ini bermakna sebagai aksi yang radikal dan mengakar sehingga yang mencerminkan dari pengetahuan yang diperolehnya atau ada pada Ikatan. Kata moral dan penambahan radikal dalam gerakan merupakan bentuk aksiologi sebagai tindakan kongkreat dari epistemology. 

 

Makna dalam motto tersebut merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari seluruh kata dalam semboyan Ikatan. Kata yang satu dengan yang lain bersifat integral dan kohern sehingga menghasilkan makna yang utuh. Misalkan dalam memahami kader Ikatan adalah yang berpengetahuan luas, berakhlak yang baik serta sesuai perkataan dan perbuatan sebagai cerminan dari pergerakan yang berdasarkan agama dalam semangatnya.      

 

Trilogi Ikatan¨

 

Trilogi adalah merupakan lahan juang Ikatan dan juga symbol Ikatan dalam melakukan transformasi social. Trilogy Ikatan merupakan suatu yang penting, hal tersebut dikarenakan dalam trilogy memiliki makna yang kompleks dan sebagai ruh Ikatan dalam menilai diri serta cara melakukan transformasi social yang dilakukan. Pelaksanaan trilogy yang Ikatan merupakan secara integral dan koperhensif, dari pelaksanaan trilogy ini yang menjadikan Ikatan berbeda dengan pergerakan yang lain. Pengaplikasian trilogy Ikatan yang secara kontinyu menjadikan eksistensi Ikatan dapat muncul pada pergerakan yang lain seperti KAMMI, PMII, dan HMI. 

 

Ikatan sebagai sebuah organisasi memiliki tugas yang imban dalam rangka melakukan transformasi sosial. Ikatan merupakan pergerakan kemahasiswaan yang memiliki basic kader adalah mahasiswa memiliki kultur yang berbeda dengan pergerakan yang lain. Pergerakan Ikatan masih dalam lingkungan Muhammadiyah untuk bangsa dan agama Islam. Oleh karena itu yang perlu di kerjakan oleh Ikatan tercantumkan dalam bidang atau garapan Ikatan yang tertuang dalam trilogi IMM kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan. Trilogi yang dimiliki oleh Ikatan ini merupakan tugas berat teman-teman untuk melaksanakan ketiganya sebagai cerminan dari Ikatan dalam melakukan transformasi sosial.

 

Sifat dari trilogi merupakan kesatuan yang integral dimana satu-sama lain tidak dapat dipisahkan tetapi dapat dibedakan. Hal tersebut dikarenakan ketiganya merupakan cerminan dari realitas pada diri Ikatan, meliputi asal, latar belakang, basic kader Ikatan, basic keagamaan dan lahan garap untuk melakukan transformasi sosial baik dalam wilayah kemahasiswaan, keaagmaan dan kemasyarakatan. Trilogi yang berada dalam diri Ikatan merupakan sarana ataupun tempat dalam melakukan transformasi sosial yang dilakukan oleh IMM.

 

Dalam sejarah munculnya trilogi Ikatan merupakan pengambilan intisari dalam deklarasi Ikatan  pada waktu muktamar IMM di Solo.

 

D E K L A R A S I   S O L O

 

  1. IMM, adalah gerakan mahasiswa Islam;
  2. Kepribadian Muhammadiyah, adalah landasan perjuangan IMM;
  3. Fungsi IMM, adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (stabilisator dan dinamisator)
  4.  Ilmu adalah amaliyah IMM dan amal adalah ilmiyah IMM;
  5. IMM, adalah organisasi yang sah mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah negara yang berlaku;
  6. Amal IMM, dilahirkan dan diabadikan untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa.  

 

KOTA BARAT-SOLO, 5 MEI 1965
MUSYAWARAH NASIONAL (MUKTAMAR) IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH

 

Deklarasi Kota Barat merupakan suatu peristiwa yang penting dan dijadikan tonggak sejarah oleh Ikatan guna membuktikan eksisitensi Ikatan dalam sejarah. Pengambilan intisari dalam deklarasi kota barat tersebut memunculkan trilogy Ikatan yang kita kenal dengan kemahasiswaan, keagamaan, dan kemasyarakatan. Selain tri logi dalam kota barat juga adanya nilai praksis ikatan dalam melakukan transformasi sosial berdasarkan semangat nilai yang ada. Pengaplikasian nilai tersebut, yang di kenal dengan the teology of hope, teologi ini sesuai dengan nilai Ikatan yaitu ilmu amaliah dan amal ilmiah. Teologi ini merupakan penjabaran ikatan dalam praksis kemanusian dalam rangka mewujudkan tujuan yang dicita-citakan  

 

 Kemahasiswaan merupakan penerjemahan dari Ikatan sebagai gerakan mahasiswa Islam, dan fungsi Ikatan merupakan sebagai eksponen gerakan mahasiswa dalam Muhammadiyah (stabilisator dan dinamisator). Sedangkan untuk keagamaan merupakan pengaplikasian dari kepribadian Muhammadiyah sebagai landasan perjuangan, serta untuk kemasyarakatan adalah amal yang diabdikan bagi Ikatan adalah untuk nusa dan bangsa.

 

Sedangkan untuk kata ilmu yang amaliya dan amal ilmiah merupakan ruh dari gerakan yang dilakukan oleh Ikatan sebagai golongan terdidik/akademis yang berfikir rasional sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kata ini, merupakan acuan dari setiap kader Ikatan dalam merespon berbagai permasalahan social yang terjadi pada masyarakat. Respon yang dilakukan Ikatan oleh Ikatan secara ilmiah dan sistematis sehingga dapat dipertanggunngjawabkan secara akademik dan sebagai ibadah pada Tuhan.

 

Penerjemahan trilogi yang berada dalam Ikatan merupakan suatu hal yang penting sebelum melakukan transformasi sosial dalam ketiga ranah tersebut. Pengungkapan makna trilogi ini menjadikan suatu disiplin keilmuan atapun semangat yang dibawa oleh Ikatan yang tertuang dalam trilogi tersebut. Pengungkapan makna pada simbol yang tertera pada trilogi Ikatan menjadikan Ikatan memiliki daya tawar yang khas dengan pergerakan yang lain dan dapat dienternalkan pada kader

 

Pemaknaan yang tertera pada trilogi ingin menjadikan spirit atau yang harus dimiliki oleh Ikatan sebagai seorang kader. Interpretasi terhadap simbol ini yang tertuang dalam trilogi keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. Interpretasi tersebut menjadi keagamaan menjadi religiusitas (trasendensi), kemahasiswaan menjadi intelektualitas dan kemasyarakatan menjadi liberatif dan humanitas. Jadi unsur ketiga ini yang dapat dikatakan  menjadi IMM dihadapkan dengan pergerakan yang laian dan diri Ikatan dimata kader-kadernya.

 

Keagamaan. Pengungkapan dari trilogi ini menjadikan seorang kader Ikatan dalam keagamaan maka seorang kader menguasai tiga tradisi dalam pengembangan keagamaan yang libratif, emansiapatoris sehingga agama sebagai nilai serta ruh yang praksis social kemasyarakatan. Sebagai mana dikemukakan oleh Hasan Hanafi dalam melukan tugas pembangunan peradaban. Ketiga tradisi tersebut adalah tradisi klasik yang digunakan agama sebagai semangat pembebasan dan praksis sosial, kedua adalah tradisi sekarang yang dikenal dengan Oksidentalism. Tradisi sekarang ini menjadikan umat Islam melihat peradaban barat yang sudah sangat maju dan kita belajar pada mereka dan melengkapinya dan memiliki kedudukan yang sama antara barat dengan Islam sama-sama mengkaji pengetahuaan. Mengutip bahasanya Hasan Hanafi kesejajaran ego barat dengan Islam. Tradisi yang ketiga tradisi masa depan tradisi masa depan ini menjadikan Islam bersentuhan dengan tradisi sekarang dan meramalkan ataupun mimpi yang dibawa oleh Islam untuk merekontruksi peradaban.

 

Menurut Hasan Hanafi dalam mencapai tradisi kedepan tersebut penggalian atau pemaknaan ajaran agama bercorak liberatif, emansipatoris, berpihak dan tidak bebas nilai. Umat Islam juga berhak menilai dirinya sendiri dan dapat menilai dan melakukan kajian terhadap peradaban barat, dari sini maka terjadinya kesejajaran ego antara barat dengan Islam. Pemahaman keagamaan Ikatan berbeda dengan yang lain menjadikan ciri yang khas pada Ikatan dengan menjadikan agama Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. Pelaksaan agama Islam menjadi rahmat dengan mendialogkan antara kesalehan individual dan keshalehan sosial. Keshalehan individual merupakan cerminan dari sifat sufistik orang-orang tasawuf dan kesalehan sosial merupakan cerminan dari gerakan liberatif kaum marxian. Dari perpaduan tersebut sebenarnya sudah dilaksanakan oleh para nabi terhadahulu yang menjadi panutan bersama dalam membebaskan kaumny dan kaum tersebut mau dibawa kemana (transformasi profetik). Pelaksanaan transformasi profetik ini  menjadikan Islam sebagai rahmat untuk alam dan menjadikan ajaran Islam bersifat melampaui zaman dan waktunya ketika itu. Bahkan semangat agama membebaskan atau berpihak sudah di terapkan oleh pendiri Muhammadiyah dengan berdirinya sekolah, pantai asuhan, rumah sakit dan lembaga sosial yang lain. Semangat yang di bawa oleh Ahmad Dahlan adalah semangat profetis agama dalam melakukan transformasi sosial. Pemahaman keagamaan Ikatan kita dapat menggali dari pemikiran tokoh-tokoh keagamaan dan beberapa ilmuan sosial yang menjadikan ilmunya untuk kemanusia bukan kepentingan penguasa dan pemodal. Islam disini menjadi sumber dan inspirasi dalam mengatasi problem sosial kemanusian dan problem lam yang terekploitasi oleh kepentingan modal dan tak memberikan manfaat bagai manusia yang lain serta generasi mendatang. Bahkan yang masih polpuler sekarang Islam sebagai ajarannya dapat bersikap damai bukannya dilabelkan sebagai agama teroris yang mengupayakan segala cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

 

Kemahasiswaan. Interpretasi terhadap simbol trilogi yang kedua kemahasiswaan menjadi intelektualitas. Mahasiswa merupakan salah satu generasi yang peka terhadap perkembangan dan keadaan bangsa dan bagaimana menyikapi. Kalangan mahasiswa juga dikatakan sebagai generasi akademis yang menjadi salah satu sifatnya keterbukaan, siap menerima kritikan dan menghargai kebenaran bersifat plural corak berfikir futuristik. Menggunakan apa yang dicitakan oleh Kuntowijoyo sebagai contoh eksperimen dari masyarakat ilmu.

 

Ikatan harus berani melakukan pilihan yang sadar dalam menentukan gerakannya. Sebagaimana tujuan dari didirikannya Ikatan adalah untuk terbentuknya akademisi Islam yang beraklak mulia untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh Muhammadiyah. Ikatan harus sadar bahwa ikhlas dan istiqomah dalam memilih itu penuh dengan tantangan dan memerlukan waktu yang lama untuk mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut dikarenakan yang dilakukan oleh Ikatan gerakan yang dilakukan adalah gerakan intelektual. Geraan intelektual ini, merupakan orientasi jangka panjang dan hasilnya dapat dilihat dari beberapa dekakade yang akan datang. Oleh karena itu, yang dilakukan oleh Ikatan adalah gerakan berorientasi jangka panjang (think the future) dalam merespon realitas social yang terjadi dalam masyarakat. Gerakan yang dilakukan oleh Ikatan memiliki orisntasi yang sama yakni menjadikan masyarakat yang ilmiah dan terbuka.

 

Masayarakat ilmu ini perlu dimiki oleh Ikatan yang berlatar belakang kader seorang mahasiswa yang diterjemahkan dalam kajiannya bersifat mimpi kedepan untuk melakukan transformasi profetik dalam mengatasi problem bangsa yang tak bertepi dan berujung. Gerakan yang dilakukan oleh Ikatan memiliki sifat keilmuan yang akademis sebagai pengembangan dari kekayaan keilmu kader serta bentuk transforamsi sosialnya bersikap profesional dan mejadikan kesatuan paradigma gerakan dalam Ikatan. Tetapi ketika sudah selesai dari Ikatan bentuk transformasi sesuai dengan keahlian dan basic keilmuan kader, bairkanlah kader yang ditanam dalam lingkungan dapat mewarnai. Mungkin menggunakan istilah yang mudah biarkan kader di tanam di manapun agar tanah yang tadinya tandus menjadi subur atau mungkin menjadi tanah yang berintan, permata, emas atau mungkin yang lain selama bisa bermanfaat bagi yang lain. Gerakan yang dilakukan Ikatan adalah keilmu bukan politis, itu pula yang membedakan gerakan Muhammadiyah dengan SI. Gerakan keilmuan yang dilakukan dengan mengutip Kuntowijoyo mengibaratkan menanam pohon jati, dimana pohon tersebut dalam hasilnya memakan waktu berpuluh-puluh tahun dan bahkan satu generasi untuk mengungguh buah yang dihasilkan. Bedanya dengan gerakan yang bersifat politis mencari momentum yang tepat dibaratkan dengan pohon pisang dimana cepat berbuah dan berkembang tetapi bersifat sementara dan yang dihasilkan pun tak memuaskan, bahkan yang paling menyedihkan setelah berbuah pohon pisang pun mati. Dapat dianalisis dalam sejarahnya bagaimana SI dan Muhammadiayah  gerakan yang dilakukan Muhammadiyah dalam menanamnya memerlukan kesabaran dan waktu yang lama tetapi dalam sejarahnya pada tahun 60-90 an kader-kader Muhammadiyah banyak yang duduk dalam dataran pemerintahan dan menggunakan perangkat dalam melakukan transformasi sosial. Sedangkan apa yang dilakukan oleh SI dalam sejarahnya anggota SI dari waktu yang singkat berkembang dengan pesat terbukti dengan jumlah anggota yang mencapai wilayah nasional pada waktu itu, tetapi seiring berjalannya waktu dan riwayat organisasi itu hilang dimakan sejarah. Gerakan keilmuan dalam Ikatan merupakan obor yang menjadikan Ikatan sebagai kader Muhammadiyah yang membedakan dengan paergerakan mahasiswa yang lain serta ortom Muhammadiyah.

 

Kemasyarakatan. Pengungkapan simbol yang selanjutnya kemasyarakatan dengan interpretasinya humanitas dan liberatif. Humanitas yang dilakukan oleh Ikatan merupakan suatu tuntutan melihat realitas yang terjadinya dehumanisasi yang dilakukan oleh manusia akibat konsep kesadaran yang ia miliki berdasarkan antroposentris. Kesadaran ini pertama di gulirkan oleh seorang filosof Rene Descartes seorang filosof dari Prancis dengan jargonnya saya berfikir maka saya ada (cogito ergo sum). Kesadaran yang dibangun oleh Descartes menjadikan manusia bersifat otonom dan menentukan nasibnya sendiri dalam menanklukkan alam. Dari konsep kesadaran yang dibangun oleh Descartes dalam perkembangannya melahirkan tradisi kebudayaan barat yang sekarang dimana pada masyarakatnya terjadi kemajuan teknologi yang dasyat dengan ditandai pada awal abad ke-19 penemuan metode ilmiah deduksi, induksi, ekperimen oleh Francis Bacon. Perkembangan industri yang berjalan di Barat sampai sekarang sudah menuju masyarakat postindustrial dalam istilah Daniel Bell. Masyarakat barat dengan perkembangan postindustrialisme ini memiliki kehampaan spiritual dan mereka memmbutuhkan sentuhan tentang religiusitas untuk peradaban barat. Menurut Doni Grahal Adian maka menunculkan istilah-istilah pragmatisme, anarkhisme, utilitiarisme dalam rangka mengobati peradaban barat tersebut. Dalam masyarakat postindustrial ini terjadinya peristiwa yang benar-benar yang tujuan teknologi dan sistem kapitalis adalah untuk mempermudah manusia malahan mempersulit manusia, hal ini sebagaimana dikatakan oleh oleh Weber dengan sangkar besi rasionalisme.

 

Sistem kapitalisme dan perkembangan teknolgi telah berjalan sendri tanpa ada yang mengendalikan sehingga menjadi alat bagi para pemodal dan menyebabkan pada manusia peristiwa dehumanisasi dan pada ekologi kerusakan alam akibat ekploitasi yang telah dilakukan oleh manusia. Masyarakat dan para intelektual telah terjerumus dalam lembah hitam yang bekerja untuk kepentingan kekuasaan dan pengupayaan keilmuan menjadi alat legitimasi kekuasaan serta tanpa sadar telah di arahkan untuk kepentingan global berupa pasar bebas. Sejalannya sejarah peristiwa humanisasi antroposentris telah berjalan dan malah menimbulkan dehumanisasi. Ikatan sebagai organisai yang mengetahui dan sadar dengan realitas tersebut memiliki banyak pilihan dalam memberikan tawaran terhadap persolan yang tiada akhir dalam rangka menciptakan surga dunia dalam bahasanya Glen Fredly. 

 

Melihat problem yang terjadi sekarang dalam era postmodernisme yang mencoba mengintegrasikan antara agama dengan ilmu pengetahuan atau penyapaan bahasa langit dengan bumi.  Pengintegrasian ini mencoba memberikan tawaran terhadap problem dehumanisasi  dengan menggunakan istilah Ali Syari’ati yang dikutip oleh Kuntowijoyo dengan berdasarkan humanisme teoantroprosentris.

 

Humanisme ini mencoba humanisme yang didasarkan pada nilai ajaran agama dalam melihat manusia bukan pada manusia itu sendiri. Disini, Kuntowijoyo memberikan ilustrasi tentang fitrah adalah memanusiakan manusia, pada derajat yang sesungguhnya atau sebaik-baik manusia fi ahsani taqwin. Derajat manusia yang sesungguhnya adalah yang mulia tidak mengalami keterhinaan baik yang dilakukan oleh struktur ataupun super struktur yang menbentuk kesadaran manusia. Pemanusian manusia atau proses humanisasi tersebut didasarkan pada teoatroprosentris bukan atroposentris. Proses manusiawisasi adalah upaya melakukan transformasi kesadaran akan diri manusia yang sesungguhnya berdasarkan nilai-nilai agama.

 

Liberatif dengan bahasa mudahnya proses pembebasan, proses pembebasan ini dilakukan oleh kaum marxis dalam menyelesaikan permasalahan sosial. Proses liberatif yang dilakukukan bersifat kesadaran dari yang dibebaskan mereka menyadari bahwa dirinya mengalami ketertindasan oleh sistem yang selama ini berjalanan. Liberatif dalam Ikatan memilki mengarah pada pembebasan dan sekaligus ada arah dan tujuan setelah dibebaskan. Proses pembebasan tersebut dapat dikatakan dengan profetical liberatif. Profetical liberatif ini dalam sejarah kenabiaanya dapat kita merujuk pada pembebasan yang dilakukan oleh nabi Musa dalam memerdekaan kaumnya dari penindasan oleh Fir’aun dan setelah melakukan pembebasan dan benar merdeka dari sistem tersebut maka nabi Musa mengarahkan agar kaumnya memiliki kesadaran akan adanya sang Pencipta. Semangat kenabian tersebut menjadikan proses pembebasan yang dilakukan oleh Ikatan berbeda dengan yang dilakukan oleh marxian. Semangat pembebasan tersebut sebenarnya dalam sejarahnya dilakukan oleh KH. Ahmad Dalan dalam melakukan transformasi sosial untuk konteks masyarakat Indonesia. Pembebasan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan jika mengutip Abdul Munir Mulkhan adalah bersifat profetik hal tersebut dikarenakan Ahmad Dahlan dalam melakukan tranformasi sosial atau proses humanisasi, liberasi berdasarkan semangat trasendensi akibat bersentuhannya teks terhadap realitas. Upaya yang dilakukan Ahmad Dahlan metode kontekstualisasi dalam mendiologkan antara teks dengan realias dan dibarengi dengan aksi kongreat yang dapat  dirasakan oleh masyarakat.

 

 

 

  1. Aksiologi dalam Gerakan Transformasi Sosial Ikatan

 

Aksiologi merupakan cabang filsafat yang ketiga sebagai aksi yang nyata sebagai respon terhadap ada dan cara memperoleh pengetahuan. Dalam aksiologi ini maka yang dibicarakan masalah aplikasi dari epistemologi yang digunakan dalam menyikapi realitas. Menurut kajian filasat dalam aksiologi juga membicarakan tentang nilai serta keindahan. Tetapi yang utama dengan aksilogi tersebut kita dapat mengetahui keselarasan antara pemikiran serta aksi kankreatnya. Aksiologi dalam tradisi filsafatnya merupakan tindakan konkreat/pengejewantahan setelah mengetahui eksistensi diri serta cara memperoleh pengetahuan serta sumber pengetahuan.

 

Setalah kita mengkaji permasalahan eksistensi serta sumber pengetahuan maka pengaplikasian yang dilakukan dalam kaderisasi adalah mengupayakan terbentuknya paradigma gerakan yang tertanam dalam diri kader. Paradigma gerakan ini yang menjadi aikon gerakan (trand mark of imm) yang mencerminkan gerakan mahasiswa Islam berbeda dengan pergerakan lain maka  gerakan Ikatan yakni gerakan intelektual profetik. GIP sebagai trand mark gerakan perlu dituruntakan (break down) dalam sistem kaderisasi Ikatan yang dapat membentuk paradigma profetik dalam diri kader, yang tertuang dalam tranformasi sosial dalam mewujudkan cita-cita Ikatan.Namun sebelum transformasi yang dilakukan oleh Ikatan alangkah lebih baiknya mengkaji realalitas saat ini kenegaraan dan kondisi global.

 

Realitas Sekarang.[2]

 

Globalisasi dan realitas yang plural (multikultural) merupakan gambaran hidup yang kita hadapi. Globalisasi tidak dapat dinafikan, harus dilalui dan dihadapi oleh setiap negara yang ada di belahan dunia, karena berdampak pada sendi-sendi kehidupan. Di bidang ekonomi, perkembangan perekonomian negara ditunjang oleh sistem perdagangan bebas dan melalui kebijakan utang luar negeri, dalam rangka memajukan partisipasi negara dalam pembangunan. Hal ini dilakukan oleh negara maju lewat bantuan utang kepada negara-negara berkembang yang terkena imbas krisis moneter melalui lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Dengan bantuan utang jangka panjang, tidak disadari telah menjerat negara-negara berkembang sehingga menciptakan ketergantungan terhadap kebijakan-kebijkan ekonomi luar negeri.

 

Misalnya saja yang terjadi di Indonesia, jumlah APBN yang digunakan untuk pembangunan lebih kecil dari pada untuk membayar utang kepada lembaga keuangan inter-nasional. Syarat bagi negara maju untuk dapat menyalurkan bantuan adalah dengan menginvestasikan modal hingga 60-70%, sehingga jumlah penghasilan yang didapatkan oleh pemerintah selalu menurun. Dari sistem ekonomi politik internasional, bangsa Indonesia mengalami keterpurukan atau dalam naungan cengkraman hutang luar negeri. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil oleh pemerintah merupakan kebijakan yang kurang populis dan memberikan keuntungan pada golongan tertentu (kaum modal).

 

Demikian pula dengan keberadaan sitem perpolitikan Indonesia sangat dipengaruhi oleh kepentingan globalisasi, yang paling menyakitkan adalah perkembangan perpolitikan di Indonesia diwarnai oleh corak demokrasi liberal yang menggunakan logika pasar dan ekonomi yang tidak berpihak kepada kepentingan kemanusiaan. Dalam demokrasi liberal hanya memenangkan kepentingan kaum modal yang memiliki kerangka kerja dan berpikir selalu menuntut balas jasa. Sedangkan, dalam sistem sosial dan kebudayaan, global-isasi melahirkan budaya instan dan popular culture, ekspos dan dominasi peran media telah mampu mempengaruhi dan membentuk opini masyarakat. Kesemuanya telah merubah cara pandang dan kerangka berpikir masyarakat yang prag-matis, memikirkan kepentingan diri sendiri agar cepat mencapai tujuan tanpa upaya yang maksimal (segala cara dilakukan mencapai tujuan), dan tanpa disadari hal tersebut perlahan-lahan mengakibatkan kesenjangan dan kemiskinan yang terstruktur.

 

Dalam aspek agama, globaliasasi mulai memasung dan menggantikan peran agama melalui tawaran media dan kebudayaan pop yang dikemas seapik mungkin untuk mem-pengaruhi karakter generasi muda. Fungsi agama hanya dalam dataran pelarian dari permasalahan hidup bukan berperan menjawab tantangan agama untuk melakukan perubahan sosial. Agama memiliki fungsi dalam mengatur kehiduapan yang ukhrawi bukannya pengaplikasian dari kehidupan ukhrawi untuk proses transformasi sosial.

 

Sebagian besar kaum beragama (Islam) yang hanya bersikap mengikuti perkembangan media sehingga melahirkan golongan Islam popular. Islam popular merupakan segenap aktivitas keagama-an yang dibesarkan oleh media guna memberikan manfaat yang besar bagi kepentingan kapital. Fenomena ini dapat dilihat dari sajian media melalui film-film bercorak  keagama-an yang lebih cenderung menampilkan pola pikir masyarakat irasional. Demikian pula dengan menjamurnya dai-dai pop dan ustadz serta bimbingan keagamaan yang populer dikemas dalam bingkai kapitalisme. Kebudayaan pop pada agama telah menjadikan agama digunakan untuk kepentingan tertentu dan dijadikan alat legitimasi dalam penyelesaian masalah, tetapi jika dianalisis dengan cermat maka hal tersebut tidak memiliki keterkaitan yang signifikan terhadap permasalahan yang dihadapi. Hal ini dapat dilihat dari fenomena kebijakan kenaikan harga BBM oleh pemerintah dan pemuka agama (aliran pop) menganjurkan kepada umatnya agar sabar. Ajakan sabar dalam hal tersebut dapat diinterpretasikan sebagai bentuk pasrah dengan keputusan pemerintah, bukan-nya melakukan mobilisasi sosial karena selama ini umat sudah lama tertindas oleh struktur yang kurang adil. Setidak-nya dengan spirit agama umat dibawa untuk berpikir solutif dalam rangka menghadapi permaslahan hidup, sehingga agama menjadi ruh dalam setiap langkah mewujudkan masyarakat yang berkeadilan.

 

Pengaruh globalisasi pada aspek lingkungan, telah merusak ekosistem dan eksploitasi besar-besaran telah mem-berikan keuntungan kepada kaum modal/kapital. Fakta membuktikan pertambangan yang masuk kedalam wilayah Indonesia baik dari pihak asing ataupun pengusaha dalam negeri, kurang memperhatikan keseimbangan ekosistem, parahnya kerusakan alam mengakibatkan masyarakat cemas atas ancaman bencana alam yang bisa datang kapan saja. Akibat lain dari globalisasi adalah kerusakan ekologi di-karenakan sikap yang rakus dari manusia dalam rangka memenuhi kebutuhanya yang selalu merasa kurang dan terus meminta. Sikap manusia terhadap alam harus dirubah bukannya diletakkan sebagai objek tetapi alam tersebut harus ditempatkan sebagai subjek yang sama dalam rangka mencapai mendekatkan diri kepada Allah yang transendental.

 

Multikultural tidak dapat dielakan dikarenakan memang sudah menjadi suratan bagi pencipta. Hal ini dapat dilihat dalam doktrin agama bahwa Tuhan menciptaka manusia ber-suku-suku, berbangsa-bangsa, berbeda untuk saling mengenal, tetapi derajat yang paling tinggi disisi Tuhan hanya bagi orang yang bertakwa. Bertakwa disini perlu diinterpretasikan lebih lanjut, merupakan tantangan Tuhan dari realitas yang plural untuk mendukung terciptanya rahmat bukan sebagai sumber konflik. Takwa tidak didefenisikan dalam artian yang sempit atau hanya dalam lingkup ibadah, tetapi setiap manusia yang sadar sebagai hamba dan khalifah, melakukan kebaikan dan berlomba di dalam menyebarkan karunia Tuhan, merupakan salah satu unsur takwa.

 

Multikultural yang berkembang sekarang bukan hanya dalam dataran untuk berlomba dalam kebajikan tetapi sebagai semangat untuk menghargai suatu kebudayaan dan kerangka pikir masyarakat tertentu, yang lain menghormati dan mem-berikan peluang yang sama pada golongan minoritas untuk berkembang sesuai dengan apa yang telah diyakininya. Sikap masyarakat multikultural dicerminkan melalui komunikasi intensif agar tidak terjadi prasangka yang menimbulkan perpecahan.

 

Multikulturalisme telah digunakan oleh para pendiri bangsa dalam rangka mendisein kebudayaan bangsa Indonesia, tetapi bagi orang  Indonesia multikulturalisme adalah konsep yang  asing. Konsep multi kulturalisme tidaklah sama dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena konsep multikulturalisme menekankan keanekaragaman dan kesedrajatan. Multikulturalisme harus mau mengulas berbagai permasalahan yang mengandung ideologi, politik, demokrasi, penegakan hukum, keadialan, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral dan peningkatan mutu produktivitas.

 

Multikulturalisme bukanlah sebuah wacana, melainkan sebuah ideologi yang harus diperjuangkan karena dibutuhkan sebagai etika tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakat. multikulturalisme sebagai ideologi tidaklah berdiri sendiri terpisah dari ideologi-ideologi lainnya. Multikulturalisme memerlukan konsep bangunan untuk dijadikan acuan guna memahami mengembangluaskannya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam memahami multiklturalisme, diperlukan landasan pengetahuan berupa konsep-konsep yang relevan  dan mendukung serta keberadaan berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan. Akar dari multikulturalisme adalah kebudayaan. Kebudayaan yang dimasudkan disini adalah konsep kebudayaan yang tidak terjadi pertentangan oleh para ahli, dikarenakan multikulturalisme merupakan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan drajat manusia dan kemanusiaannya. Oleh karena itu kebudayaan harus dulihat dari perfektif fungsinya bagi manusia.

 

Multikulturalisme sebagai semangat liberasi, persamaan memiliki tantangan-tatangan yang berasal baik dari konsep itu sendiri dan dari luar. Tilaar dalam bukunya Multikulturalisme, mengemukakan tantangan multikulturalisme, pertama adalah   dari luar seperti, hegemoni barat dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan ilmu pengetahuan. Hal tersebut, menjadikan negara yang berkembang sebagai “boneka” dari bangsa barat. Kedua  adalah proses globalisasi yang berupa monokulturalisme karena gelombang dasyat globalisasi menggiling dan menghancurkan kehidupan bersama budaya tradisional. Masyarakat akan tersapu bersih dan kehilangan akar budayanya sehingga kehilangan akar berpijak kehidupan. Tantangan dari konsep multikulturalisme itu sendiri, esensialisasi budaya. Multikulturalisme berusaha untuk mencari esensi budaya jatuh dalam pandangan xenophobia dan ennosentrisme, sehingga multikulturalisme tersebut melahirkan tribalisme sampai merugikan komunitas masyarakat. (Tilaar, 2007)

 

Transformasi Keilmuan Ikatan untuk Masyarakat Ilmu

 

Perubahan merupakan kata kunci dalam melakukan transformasi, hal tersebut dikarenakan transformasi tersebut sejalan dengan perubahan tersebut. Transformasi yang terjadi dalam masyarakat terjadi bila mana terjadinya perubahan kesadaran pada masing-masing individu didalamnya. Perubahan kesadaran pada individu tersebut, dapat menentukan jalannya transformasi dalam masyarakat, baik secara lambat ataupun secara cepat.  Oleh karena itu, transformasi yang dilakukan guna merefleksikan kesadaran pada manusia. Kesadaran merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia, dan tidak ada pada ciptaan Tuhan yang lain, sifatnya unik dimana ia dapat menempatkan diri manusia sesuai dengan yang diyakininya. Kesadaran menghasilkan refleksi yang dapat memberikan kekuatan atau bertahan dalam situasi dan kondisi tertentu, karena itu setiap teori yang dihasilkan oleh seorang merupakan refleksi tentang realitas dan manusia.

 

Manusia memiliki kesadaran dalam diri, sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya. Manusia memiliki kesadaran akan dirinya sebagai entitas yang terpisah serta memiliki kesadaran akan hidup dalam jangka pendek, yakni, akan fakta lahir diluar kemauannya dan akan mati diluar keinginannya. Manusia sadar akan mati mendahului orang-orang yang disayanginya, atau sebaliknya, yang ia cintai akan mendahuluinya, kesadaran akan kesendirian, keterpisahan, kelemahan dalam menghadapi kekuatan alam dan masya-rakat. Semua kenyataan itu membuat keterpisahan manusia, eksistensi tak bersatunya sebagai penjara yang tak terperikan. Manusia akan menjadi gila bila tak dapat melepas-kan diri dari penjara tersebut. (Erich From,2000).

 

Transformasi dalam istilah antropologi ataupun sosiologi memiliki makna tentang perubahan yang mendalam sampai pada perubahan nilai dan kultur. Bersamaan dengan proses terjadinya transformasi, terjadi pula proses adaptasi, adopsi atau seleksi terhadap kebudayaan lain. Menurut Neong Muhadjir pengertian tersebut merupakan hasil pengamatan atas sejarah  dan bagian dari perkembangan ideologi. Misalkan ideologi kapitalis menitik beratkan pada penumpukan kapital (modal atau harta) yang bersifat individual. Sementara komunisme menitik beratkan pada konflik antara borjuis-proletariat sebagai strategi dalam melakukan perjuangan dalam perubahan sosial yang terjadi dimasyarakat. Semua filsafat sosial dan ideologi memiliki pertanyaan pokok yang menjadi kepentingan manusia. Pertanyaan tersebut yakni bagaimana cara mengubah masyarakat dari kondisi sekarang ke tatanan yang lebih ideal. Selanjutnya orang atau institusi yang mengelaborasi pertanyaan tersebut dapat menghasilkan teori-teori sosial, memiliki fungsi menjelaskan kondisi masyarakat secara empiris, pada masa kini dan sekaligus memberikan wawasan tentang perubahan dan transformasinya.

 

Transformasi terutama pada perubahan prilaku, dapat lahir dari sebuah proses perubahan kesadaran dari individu yang terdapat dalam masyarakat, yakni kesadaran mengubah pemahaman, cara pandang, interpretasi dan aksinya. Sedangkan bentuk transformasi yang dilakukan oleh ikatan merupakan transformasi yang sejalan dengan transformasi yang dilakukan oleh para nabi. Transformasi yang dilakukan oleh para nabi tersebut yang disebut dengan transformasi profetik. Transformasi profetik merupakan derivasi dari etika profetik, dengan ilmu sosial profetik yang menjadikan alat untuk melakukan perubahan sosial, sehingga bentuk transformasinya pun dinamakan dengan transformasi profetik. Transformasi ini, dilhami  bagaimana cara nabi melakukan transfomasi yang bukan sekedar membebaskan dari ketertindasan tetapi sekaligus mengarahakannya. Arahan yang dilakukan oleh nabi dengan membentuk sistem yang lebih berkeadilan (tanpa adanya penindasan), dan didasari oleh iman.

 

Transformasi yang dilakukan dengan memperhatikan struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Bahwa struktur sosial merupakan sentimen-sentimen kolektif atau nilai, termasuk agama dan nilai idealogis. Struktur sosial kelompok sosial lebih terorganisir dalam suatu lembaga yang tidak terlalu formal misalkan; suku, ras,  dan jama’ah. Sedangkan struktur teknik merupakan realitas yang menjadi saran mencapai tujuan yang dicita-citakan. Iman menjadi pelekat atau dasar sentimen kolektif dalam struktur internal umat. Melalui kesadaran manusia dapat membentuk konsep tentang struktur yang didasarkan pada sistem nilai, sehingga orientasi kesadaran dapat dipahami secara empirik.

 

Demikian dengan keberadaan ikatan, untuk memahami ajaran Islam yang bersifat normatif diperlukan transformasi profetik sehingga merubah kesadaran menjadi obyektif dan ilmiah. Kesadaran yang dibawa dalam transfomasi profetik ada dua macam; pertama, menjadikan ajaran atau nilai-nilai agama menjadi objektif. Dalam rangka mencapai hal tersebut, maka yang diperlukan merupakan pergeresaran paradigama (shifting paradigm) dari ajaran Islam yang menekankan kesalehan individu menjadi obyektif yang menekankan kesalehan sosial. Hal ini dicontohkan oleh Amin Abdullah dalam tasawuf, corak keagamaan yang dibawa menekankan spiritualitas dan kesalehan individu, harus berubah menjadi bentuk moralitas Islam yang ditujukan kepada kehidupan/lingkungan. Selanjutnya dalam rangka menjadikan nilai Islam dapat diterima oleh golongan lain, Kuntowijoyo menawarkan konsep obyektifikasi terhadap al Qur’an. Obyektifikasi ini menjadikan nilai-nilai Islam diterima oleh umat manusia tanpa melihat dari mana asal-usulnya. Melalui obyektifikasi menjadikan ajaran Islam bersifat obyektif (diterima oleh siapapun) dan bukan subyektif, hanya dalam pemahaman beragama saja (Islam).

 

Obyektifikasi merupakan usaha aktif untuk menjadikan ajaran Islam dapat memberikan rahmat pada semua. tanpa memandang, ras, warna kulit, dan agama. Misalkan umat Islam harus berbuat adil terhadap siapapun, tanpa pandang bulu.  Obyektifikasi berasal dari internalisasi nilai, tidak dari subyektifikasi kondisi yang obyektif. Obyektifiksai merupa-kan penerjemahan nilai-nilai internal kedalam kategori-kategori obyektif. Nilai-nilai agama tereksternalisasi sehingga mengalami obyektifikasi, dan menjadi gejala obyektif, kemudian tersubyektifikasi dan terus berdialektika. (M. Abdul Halim Sani, 2011). Transformasi yang dilakukan oleh Ikatan merupakan trasformasi ilmu mewujudkan kebudayaan ilmu sehingga sebagai masyarakat ilmu sebagai mana yang di cita-citakan.

 

Kebudayaan, menurut ilmu antropologi merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia, dalam rangka membangun kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan cara mempelajarinya. Kebudayaan merupakan hasil tindakan manusia karena hanya sedikit tindakan yang tidak diterapkan dalam belajar seperti tindakan refleks, dan beberapa tindakan proses fisiologi. Kata kebudayaan berasal dari kata sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Kata budaya merupakan kata majemuk dari budi-daya, yang berarti daya dari budi. Oleh sebab itu ada yang membedakan antara kebudayaan dan budaya. Budaya  merupakan daya dari budi yang berupa cipta, rasa, karsa dan kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa. (Koentjaraningrat, 1990)

 

 Pada umumnya pemahaman tentang kebudayaan digam-barkan dalam bentuk kesenian. Menurut Ernest Cassirer dalam An Essay of Man, mengatakan bahwa kebudayaan adalah agama, seni, filsafat, ilmu sejarah, mitos dan bahasa. Bahkan cara beragama, gaya hidup, mode, upacara, dan festival merupakan kebudayaan yang berasal dari ide dan simbol, manusia sebagai animal simbolicum, dimana manusia memiliki kecendrungan menciptakan simbol. Sistem simbol erat kaitannya dengan ideological constraint untuk menggam-barkan mahluk hidup. (Kuntowijoyo, 1999).

 

Kebudayaan menurut Karl Marx adalah contemplation diri di dunia yang kita ciptakan sebagai produk kerja manusia dan alat utama yang menghubungkan diri dengan manusia yang lain, diri dengan alam. Kebudayaan merupakan sebagai produk kerja yang belum selesai, merupakan perpanjangan tubuh manusia dalam tubuh alam melalui kebudayaan yang unik. Aktivitas tersebut tidak akan mereduksi seakan-akan terbenam dalam realitas yang selesai dan tidak berubah. (John C. Raines, 2000). Aktivitas manusia dalam alam teraktualisasikan dalam kerja yang menjadikan suatu kebudayaan tidak akan pernah selesai karena realitas yang selalu berubah. Aktivitas atau kerja yang dilakukan oleh manusia dalam mengelolah alam memerlukan alat yang dalam perjalanan waktu mengalami kemajuan, baik dari alat yang sederhana hingga kompleks. Aktualisasi dalam kerja tersebut menghasilkan suatu kebudayaan yang membawa pember-dayaan alam guna memenuhi kebutuhan dan kemudahan bagi manusia. Kebudayaan menurut E.B Taylor merupakan hal yang kompleks, mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan lain atau kebiasaan yang didapatkan oleh manusia dalam kehidup-an bermasyarakat. Kebudayaan merupakan seluruh aspek yang dapat dipelajari oleh manusia, memiliki unsur dari cipta rasa dan karsa yang telah dimiliki oleh manusia dalam masyarakat. (Soerjono Soekanto, 1994).

 

Kebudayaan memiliki tiga gejala menurut ahli ilmu antropologi, yakni idea, activities, dan artifac. Wujud dari kebudayaan yang ideal, merupakan suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan. Wujud tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut; Pertama, wujud ini merupakan yang ideal dari kebudayaan, bersifat abstrak tidak dapat diraba dan didokumentasikan dalam bentuk foto. Lokasi kebudayaan tersebut terletak di kepala, atau perakataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Ide dan gagasan manusia hidup bersama dan memberi jiwa kepada masyarakat. Gagasan tidak dapat dilepaskan dari sistem dan para sosiolog dan antropolog menyebutnya dengan sistem budaya. Kedua, merupakan social system, mengenai tindakan berpola dari manusia, yang terdiri dari aktivitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul dengan yang lain, sesuai pola-pola tertentu yang berdasarkan adaptasi dan kelakuan. Sistem sosial dalam manusia bersifat kongkret, tersaji disekeliling dan kehidupan kita, bisa diobservasi dan didokumentasikan.

 

Ketiga, wujud dalam bentuk fisik, hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karyamanusia dalam masyarakat, sifatnya merupakan paling kongkret berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan di dokumentasikan dalam bentuk foto. Keempat, wujud kebudayan merupakan realitas yang ada dalam kehidupan masyarakat tertentu, tak terpisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal dan adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan karya manusia, baik pikiran, ide-ide, maupun tindakan dan karya manusia yang menghasilkan benda-benda dalam kebudayaan fisik. Sebaliknya, kebudayaan  fisik membentuk lingkungan hidup tertentu yang semakin lama menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pola perbuatan, dan cara berpikirnya. (Koentjaraningrat, 1990).

 

Kebudayaan dalam pengertian seluruh sistem masyarakat dimana yang utama adalah menjadikan individu dapat meng-ambil pelajaran dari masyarakat, maka kader sebagai bagian masyarakat dapat mengambil nilai-nilai dari ikatan. Ke-budayaan sebagai sistem gagasan, ide, aktivitas dan artifak dalam ikatan menuju pada proses pengilmuan Islam yang mencirikan kebudayaan ilmu untuk mewujudkan masyarakat yang berkemajuan.

 

Kebudayaan Ilmu dalam Pemikiran

 

Jika dintinjau dari segi gagasan atau pemikiran maka kebudayaan ilmu yang dilakukan oleh ikatan merupakan upaya pengilmuan Islam melalui obyektifikasi menjadikan al Qur’an sebagai paradigma dalam melihat dan meng-analisis permasalahan sosial. Ikatan melakukan intergrasi dan interkoneksitas dalam rangka merespon dan meng-analisis permasalahan ilmu barat yang cenderung sekuler. Semangat pengilmuan Islam dalam ikatan digulirkan dari tingkatan pusat sebagai konseptornya dan pimpinan daerah/cabang sebagai pengawas kegiatan. Bentuk kesadaran dalam persfektif ikatan sama disemua tingkatan/level kepemimpinan, menjadikan gerakan organ-isasi sesuai dengan keahlian dan skill masing-masing sehingga membentuk keberagaman/diaspora gerakan dengan tujuan yang sama.

 

Kebudayaan sebagai Sistem Aktivitas

 

Aktivitas yang dilakukan oleh ikatan dalam men-capai kebudayaan ilmu, merupakan sikap yang rasional, tidak berpikiran mistik dan mitos. Ikatan dalam aktivitas transformasi profetik dapat memberikan kesadaran dan kerangka berpikir agar masyarakat menjadi ilmiah dan rasional, hal tersebut dilakukan secara kolektif maupun individu kader sesuai dengan keahliannya. Aktivitas ikatan dalam melakukan transformasi profetik secara kolektif dilakukan secara serempak dan berkelanjutan dari pimpinan pusat sampai tingkatan komiasariat. Pelak-sanaan tersebut sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing. Aktivitas kolektif dalam tugasnya dapat terbagi menjadi dua macam; langsung melakukan trans-formasi sosial, membuat jaringan yang terkait dengan lembaga atau organ yang sesuai tujuan dan cita-cita ikatan. Bentuk pendampingan sudah selayaknya dilaku-kan oleh ikatan dalam mengatasi problem yang terjadi dalam masyarakat. Pengentasan masalah secara tidak langsung, dengan melakukan transformasi kesadaran sehingga masyarakat dapat berpikir dengan baik, ilmiah dan rasional. Pelaksanaan aktivitas yang kedua dilakukan oleh individu kader yang memiliki etos intelektual profetik dalam melakukan transformasi sesuai dengan kemampuannya. Kader ikatan merupakan manusia yang berkesadaran intektual profetik sehingga dalam gerak dan langkah untuk ibadah dalam rangka mewujudkan apa yang telah dicita-citakan. Aktivitas kader ini sesuai degan keahlian masing-masng tanpa ada paksaan untuk memilih hal yang kurang sesuai dengan keinginan serta kemampuannya. Ikatan hanya memberikan jaringan dan tempat agar kader dapat melakukan aktivitas dan pengembangan dirinya.

 

Kebudayaan dalam Artifak

 

Artifak atau peninggalan ikatan dalam kebudayaan yang akan menciptakan masyarakat ilmu hanya dapat ditelusuri dalam bentuk kegiatan karena masih dalam konsep penggagasan. Upaya ikatan melakukan perubahan dengan cara mobilitas vertikal, yakni menjadikan kader ikatan yang berkarakter untuk duduk dalam tingkatan pembuat dan pengambil kebijakan untuk mendukung progresifitas tujuan. Upaya selanjutnya dengan melaku-kan deferensiasi sosial, mengembangkan aktivitas sesuai dengan keterampilan yang dimiliki dan mengupayakan masyarakat untuk sadar kemudian berpikir rasional dan ilmiah. (M. Abdul Halim Sani, 2011).

 

Kebudayaan ilmu dalam ikatan perlu ditransformasi-kan dalam bentuk kesadaran serta merintis master plan garden city sebagai program praksis kemanusiaan yang mempadukan budaya industri dengan pertanian sebagai perwujudan khairul ummah. Gerakan ini merealisasikan berbagai aksi dan pembaharuan amal usaha berbasis keagamaan yang memiliki kesadaran intektual profetis. (M. Abdul Halim Sani, 2011). Hal tersebut merupakan tema utama sosialisme dan tradisi lokal ditempatkan sebagai praksis nahi mungkar yang dimaknai sebagai liberasi. Gagasan tentang progresifitas kapitalisme diberi sentuhan akhlak mahmudah sebagai praksis amar makruf dengan persfektif penun-dukan kapitalisme yang kemudian diberi makna sebagai humanisasi.  Kedua tindakan tersebut dilakukan serentak dalam trasendensi sebagai praksis kesadaran Ilahiah, dengan harapaan berhasil melampaui kemoderenan yang merupkan relasi profetik yang kritis pada tradisi sekaligus peduli pada kepentingan kemanusiaan. (Abdul Munir Mulkhan, 2000).

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Bacaan

 

 

 

Abdul Munir Mulkhan, Kesalehan Multikultural, 2000, Jakarta: Pusat Studi Agama Peradaban

 

Al Qur’an dan terjemahannya, Departemen Agama

 

Erich From, The Art of Love, 2000, Jakarta: Fres Book

 

H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan2001, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

 

John C. Raines, Marx tentang Agama, 2000, Bandung: Teraju

 

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antroplogi Koentjaraningrat, 1990, Jakarta: Reneka Cipta

 

Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid,1999, Bandung: Mizan Utama

 

 M. Abdul Halim Sani, Manifesto Gerakan Intelektual Profetik, 2011, Yogyakarta: Samudera Biru

 

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar1994, Jakarta: Raja Grafindo Persada

 


[1]Untuk lebih lengkapanya baca Manifesto GIP bagian sepuluh Filsafat Pergerakan

¨ Untuk lebih jelasnya baca Manifesto Profetik bagian kedua Menggali Makna Ikatan; Interpretasi terhadap Simbol IMM

[2]Untuk lebih lengkapnya baca Manifesto GIP bagian empat Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalism